MENGURANGI RESIKO KERUSAKAN GIGI ( KARIES
GIGI ) PADA BALITA DENGAN MENGURANGI KONSUMSI MAKANAN YANG MENGANDUNG GULA
SUKROSA
Oleh : drg. Betty
Saptiwi, M.Kes. (Talk Show Ramadhan Akafarma Al-Islam Yogyakarta)
Tujuan pembangunan di
bidang kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Pembangunan
di bidang kesehatan diarahkan untuk mewujudkan perbaikan kualitas manusia dan
kualitas kehidupan masyarakat. Untuk menuju ke arah itu, upaya pembinaan
kesehatan dilakukan sejak bayi masih di dalam kandungan. Bila sudah lahir,
perhatian diprioritaskan kepada kelompok balita dan anak prasekolah (Apras),
karena mereka merupakan suatu kelompok yang rentan terhadap proses tumbuh
kembang kehidupannya.
Upaya kesehatan gigi
dan mulut sebagai bagian integral dari upaya kesehatan umum, juga merupakan
salah satu unsur untuk meningkatkan kualitas hidup anak seutuhnya sehingga
dapat terwujud balita yang sehat dan berkualitas. Mengingat rongga mulut
merupakan pintu pertama masuknya bahan-bahan kebutuhan tubuh untuk pertumbuhan
dan perkembangan individu yang sempurna serta untuk mempertahankan kesehatan
yang optimum, maka pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut perlu dilakukan sejak
dini. Sampai saat ini, terjadinya karies pada balita masih menjadi masalah,
sehingga perlu adanya perhatian dan pemikiran cara mengurangi faktor resikonya.
Bila hal ini diabaikan, kerusakan gigi pada usia balita bisa terjadi, sehingga
tidak menolak kemungkinan terganggunya pemasukan bahan-bahan kebutuhan tubuh
yang mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya terganggu pula.
Gigi manusia dalam
perkembangannya mempunyai 2 tahap, yaitu :
- Gigi susu atau gigi sulung, berjumlah 20 buah (tiap rahang 10 buah), muncul pertama kali pada bayi berusia + 6 bulan. Anak berusia + 2 tahun telah memiliki gigi susu yang lengkap.
- Gigi tetap atau gigi permanen, berjumlah 32 buah (tiap rahang 16 buah), muncul pertama kali pada anak usia + 6 tahun. Antara umur _17 tahuh hingga +25 tahun, orang telah mempunyai gigi tetap yang lengkap.
Kedua tahap
pertumbuhan gigi tersebut di atas sama pentingnya, sehingga tidak boleh
mengabaikan salah satu di antaranya. Orang tua sering beranggapan bahwa
perawatan gigi susu tidak perlu dilakukan sebab gigi tersebut akan tanggal dan
nanti akan tumbuh penggantinya. Tentu saja anggapan ini tidak benar, karena
fungsi gigi susu sangat penting, yaitu:
1. Untuk pengunyahan. Dalam hal ini, gigi susu membantu proses pencernaan dengan menghaluskan makanan yang masuk lewat mulut. Bila gigi susu mengalami kerusakan (karies), mengakibatkan proses pengunyahan tidak sempurna sehingga proses pencernaan bisa terganggu. Apalagi bila rasa sakit telah muncul, anak akan rewel dan tidak mau makan sehingga masuknya bahan-bahan yang dibutuhkan tubuh tergagnggu, akibatnya daya tahan tubuhnya berkurang dan pertumbuhan serta perkembangannya pun tidak bisa optimal.
2. Untuk mempertahankan ruang (memberikan tempat) dan petunjuk jalan bagi gigi penggantinya (gigi tetap). Bila gigi susu mengalami kerusakan (karies) dan tidak dilakukan perawatan sehingga kerusakan gigi berlanjut sampai harus dilakukan pencabutan sebelum saatnya digantikan gigi tetap, maka akan terjadi penggeseran gigi di sebelahnya yang mengakibatkan gigi permanen yang akan tumbuh tidak mempunyai ruang (tempat) yang cukup dan terpaksa tumbuh tidak mengikuti tempat gigi susu semula. Susunan gigi menjadi tidak teratur.
3. Untuk memperjelas bicara (pengucapan kata). Ada huruf-huruf yang pengucapannya menggunakan gigi depan, antara lain: f, v, w, t, z, ts (arab tsa’), th (inggris they), sehingga bila terjadi kerusakan berat pada gigi susu depan (gigis/rampant caries), pengucapan kata yang menggunakan huruf-huruf tersebut menjadi tidak jelas.
4. Untuk kecantikan/keindahan (estetika). Fungsi ini terutama dipegang peranannya oleh gigi depan, yang terlihat saat bicara atau tertawa. Anak yang gigi depannya gigis, nilai estetikanya berkurang.
1. Untuk pengunyahan. Dalam hal ini, gigi susu membantu proses pencernaan dengan menghaluskan makanan yang masuk lewat mulut. Bila gigi susu mengalami kerusakan (karies), mengakibatkan proses pengunyahan tidak sempurna sehingga proses pencernaan bisa terganggu. Apalagi bila rasa sakit telah muncul, anak akan rewel dan tidak mau makan sehingga masuknya bahan-bahan yang dibutuhkan tubuh tergagnggu, akibatnya daya tahan tubuhnya berkurang dan pertumbuhan serta perkembangannya pun tidak bisa optimal.
2. Untuk mempertahankan ruang (memberikan tempat) dan petunjuk jalan bagi gigi penggantinya (gigi tetap). Bila gigi susu mengalami kerusakan (karies) dan tidak dilakukan perawatan sehingga kerusakan gigi berlanjut sampai harus dilakukan pencabutan sebelum saatnya digantikan gigi tetap, maka akan terjadi penggeseran gigi di sebelahnya yang mengakibatkan gigi permanen yang akan tumbuh tidak mempunyai ruang (tempat) yang cukup dan terpaksa tumbuh tidak mengikuti tempat gigi susu semula. Susunan gigi menjadi tidak teratur.
3. Untuk memperjelas bicara (pengucapan kata). Ada huruf-huruf yang pengucapannya menggunakan gigi depan, antara lain: f, v, w, t, z, ts (arab tsa’), th (inggris they), sehingga bila terjadi kerusakan berat pada gigi susu depan (gigis/rampant caries), pengucapan kata yang menggunakan huruf-huruf tersebut menjadi tidak jelas.
4. Untuk kecantikan/keindahan (estetika). Fungsi ini terutama dipegang peranannya oleh gigi depan, yang terlihat saat bicara atau tertawa. Anak yang gigi depannya gigis, nilai estetikanya berkurang.
Melihat betapa
pentingnya fungsi gigi susu seperti tersebut di atas, jelaslah bahwa perlu
pemeliharaan dan pencegahan karies gigi susu sejak didni, minimal mengurangi
resikonya.
Kerusakan gigi yang
paling banyak terjadi pada anak-anak adalah karies gigi (gigi berlubang
patogen). Karies gigi adalah proses patologis berupa kerusakan yang terbatas di
jaringan gigi mulai dari lapisan email terus ke lapisan dentin. Terjadinya
karies gigi dipengaruhi banyak faktor dan salah satu di antaranya adalah
makanan yang mengandung gula jenis sukrosa. Sifat sukrosa antara lain manis,
mudah larut dalam air dan berbentuk kristal. Gula di pasaran merupakan sumber sukrosa
adalah gula pasir (dari nira tebu) dan gula aren (dari nira aren). Jenis gula
ini sering dipakai dalam pengolahan makanan.
Pada dasarnya. Proses terjadinya karies pada gigi susu dan gigi tetap tidak berbeda. Namun kerusakan gigi susu lebih cepat menyebar dan menjadi parah dibanding gigi tetap. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah bahwa hampir semua anak menyukai makanan yang mengandung sukrosa, karena rasanya manis yang biasanya dalam bentuk jajanan misalnya permen, biskuit, kue, coklat dan es krim. Apalagi kebiasaan makan makanan yang merupakan faktor resiko karies tersebut tidak diimbangi dengan pemeliharaan kebersihan mulutnya karena usia balita masih sangat tergantung pada orang dewasa.
Pada dasarnya. Proses terjadinya karies pada gigi susu dan gigi tetap tidak berbeda. Namun kerusakan gigi susu lebih cepat menyebar dan menjadi parah dibanding gigi tetap. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah bahwa hampir semua anak menyukai makanan yang mengandung sukrosa, karena rasanya manis yang biasanya dalam bentuk jajanan misalnya permen, biskuit, kue, coklat dan es krim. Apalagi kebiasaan makan makanan yang merupakan faktor resiko karies tersebut tidak diimbangi dengan pemeliharaan kebersihan mulutnya karena usia balita masih sangat tergantung pada orang dewasa.
Di sini peran orang tua sangat diperlukan dalam
pencegahan terjadinya karies pada balita. Bukan berarti balita tidak boleh
makan jajanan yang manis, melainkan mengurangi jumlah dan frekuensinya serta
mengimbanginya dengan pemeliharaan kebersihan mulut.
D. PERAN ANALIS FARMASI DAN MAKANAN DALAM
UPAYA MENGURANGI RESIKO TERJADINYA KARIES GIGI PADA BALITA
Berkembangnya pendidikan tenaga kesehatan, termasuk analis farmasi dan makanan, diharapkan dapat turut membantu mengatasi masalah-masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Dalam upaya mengurangi resiko karies gigi pada balita melalui pengurangan konsumsi jajanan yang mengandung sukrosa, telah dilakukan penelitian di bidang farmasi dan makanan mengenai bahan-bahan pengganti gula (sukrosa) yang resikonya lebih rendah terhadap terjadinya karies. Dewasa ini banyak pemanis buatan yang beredar di pasaran, namun keamanannya bagi anak-anak masih diragukan karena jenis pemanis buatan tersebut terutama diperuntukkan bagi penderita Diabetes Mellitus dan masih ada dugaan sebagai penyebab kanker bila penggunaannya melebihi dosis tertentu. Peran analis farmasi dan makanan di sini adalah turut serta mengembangkan penelitian mengenai pemanis buatan yang bersifat non-karsinogenik (tidak menyebabkan kanker) dan mempunyai resiko rendah terhadap terjadinya karies, serta aman dikonsumsi anak-anak misalnya pemanis buatan hasil ekstrasi daun stevia.
Berkembangnya pendidikan tenaga kesehatan, termasuk analis farmasi dan makanan, diharapkan dapat turut membantu mengatasi masalah-masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Dalam upaya mengurangi resiko karies gigi pada balita melalui pengurangan konsumsi jajanan yang mengandung sukrosa, telah dilakukan penelitian di bidang farmasi dan makanan mengenai bahan-bahan pengganti gula (sukrosa) yang resikonya lebih rendah terhadap terjadinya karies. Dewasa ini banyak pemanis buatan yang beredar di pasaran, namun keamanannya bagi anak-anak masih diragukan karena jenis pemanis buatan tersebut terutama diperuntukkan bagi penderita Diabetes Mellitus dan masih ada dugaan sebagai penyebab kanker bila penggunaannya melebihi dosis tertentu. Peran analis farmasi dan makanan di sini adalah turut serta mengembangkan penelitian mengenai pemanis buatan yang bersifat non-karsinogenik (tidak menyebabkan kanker) dan mempunyai resiko rendah terhadap terjadinya karies, serta aman dikonsumsi anak-anak misalnya pemanis buatan hasil ekstrasi daun stevia.
Uraian di atas hanya
merupakan salah satu contoh peran analis farmasi dan makanan dalam mengatasi
permasalahan kesehatan. Masih banyak peran yang lain sehubungan dengan
perkembangan obat-obatan yang aman, dan mempunyai efektifitas kerja tinggi dan
harganya terjangkau masyarakat. Demikian juga mengenai makanan yang memenuhi
syarat hygiene dan sanitasinya, serta keamanannya untuk dikonsumsi masyarakat.
Acuan:
Heriande, Y., 1993,
Pengaruh Gula Pasir dan Gula Aren terhadap Aktivitas Karies Gigi, Majalah
Ilmiah Kedokteran Gigi, FKG Usakti, Jakarta.
Suwelo,I.S., 1981,
Karies Gigi Pada Anak dengan Pelbagai Faktor Etiologi, EGC, Jakarta.
0 Response to "Resiko Kerusakan Gigi (Karies Gigi) - Peran Analis Farmasi dan Makanan"
Posting Komentar